Rabu, 22 September 2010

Serikat Pekerja Perjuangkan Upah Minimum “Akal-akalan”

 

Denpasar (ANTARA) - Serikat pekerja di berbagai sektor di seluruh daerah di Indonesia, sudah saatnya memperjuangkan perbaikan upah minimum yang dalam proses penetapannya selama ini tak terlepas dari "akal-akalan" yang merugikan buruh.

"Sudah bukan rahasia, upah minimum yang berlaku selama ini jauh dari kelayakan kebutuhan minimum hidup buruh. Itu terjadi tak terlepas dari adanya proses yang tidak sehat, termasuk jajaran serikat pekerja dan pemerintah yang terkontaminasi kepentingan pengusaha," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Hero Supermarket Rusdi Salam, yang membawahkan ribuan buruh perusahaan jasa retail itu di Sanur, Bali, Rabu.

Ia yang juga anggota Lembaga Tripartitda DKI Jakarta, menyampaikan hal itu di sela-sela menjadi wakil Indonesia pada kongres regional Asia ketujuh Asosiasi Hubungan Industrial Internasional (IIRA) yang diikuti ratusan peserta dengan pembicara dari berbagai negara.

Rusdi Salam yang juga mendapat kesempatan berbicara di depan forum itu, hadir bersama sejumlah aktivis serikat pekerja seperti Sekjen Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Muhamad Rusdi, Rahmad Nasution dari SP ANTARA, Sekjen SP Makro Yayan Sofyan A dan dari SP Bank Danamon.

Selain Indonesia, para peserta dan pembicara juga berasal dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Malaysia, Singapura, India, China, Jepang, Filipina, dan Vietnam, termasuk dari pihak organisasi perburuhan dunia (ILO).

Menurut Rusdi Salam, sudah cukup lama penetapan upah minimum tak sesuai kebutuhan minimum buruh yang sebenarnya. Hal itu tidak saja membuat pekerja menderita karena harus hidup dalam kondisi serba kekurangan, tetapi juga merugikan perusahaan.

"Bertahun-tahun buruh menderita karena untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari saja sulit. Kondisi seperti itu tentu berpengaruh besar terhadap kinerja mereka. Kalau kinerjanya rendah, berarti perusahaan juga dirugikan," kata aktivis yang juga anggota Uni Global Asia Pasifik itu.

Ia mengakui bahwa penetapan upah minimum selama ini lebih didominasi kepentingan pengusaha, sedangkan pihak pemerintah dan serikat pekerja yang seharusnya berperan besar, seringkali dibuat tidak berdaya.

Rusdi Salam memberi contoh upah minimum untuk DKI Jakarta tahun 2010 yang ditetapkan hanya Rp1.118.009, padahal berdasarkan hitungan yang sebenarnya, seharusnya minimal sekitar Rp1,5 juta.

Di berbagai daerah, bahkan upah minimumnya sangat rendah, yakni banyak yang hanya pada kisaran Rp600 ribu-Rp700 ribu. Sedangkan yang tertinggi di Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam, itupun hanya sekitar Rp1,3 juta.

Oleh karena itu, ia berharap jajaran serikat pekerja di seluruh Indonesia berjuang keras dan tak terpengaruh pemberian "upeti" dari pihak pengusaha dalam bentuk dan dengan cara apapun.

"Praktik suap atau pemberian `upeti` dari pihak pengusaha kepada pejabat pemerintah maupun serikat pekerja terkait kepentingan penetapan upah minimum itu sudah harus dihentikan. Saatnya kita mereformasi sektor pengupahan yang sudah bertahun-tahun merugikan buruh," ujarnya didampingi sejumlah aktivis serikat pekerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar