Jumat, 24 Desember 2010

Paham Inggris dan AS Menyusup di Kurikulum Madrasah di Bangladesh

     

     

    Rabu, 22 Desember 2010, 20:35 WIB

    Smaller Reset Larger

    Nonang/Republika

    Paham Inggris dan AS Menyusup di Kurikulum Madrasah di Bangladesh

    Madrasah, ilustrasi

    REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Pemerintah Inggris dan Amerika Serikat melancarkan operasi rahasia untuk memengaruhi kurikulum puluhan ribu madrasah di Bangladesh. Ini mereka lakukan sebagai bagian dari strategi antiterorisme di Asia Selatan.
    Demikian terungkap dari kawat diplomatik Kedubes AS yang dibocorkan WikiLeaks, Selasa (21/12), seperti dikutip dari Guardian. Dalam dokumen itu terungkap, Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID) bekerja sama dengan AS untuk mengubah kurikulum madrasah di Bangladesh.
    Dalam dokumen itu disebutkan, Dubes AS untuk Bangladesh, James Moriarty, perlu melibatkan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina untuk mengembangkan dan menerapkan standarisasi kurikulum yang ke sejumlah madrasah-madrasah yang selama ini belum diatur.
    Bagaimana cara Inggris dan AS memengaruhi kurikulum madrasah? Menurut WikiLeaks, mereka mengajukan proposal bantuan untuk madrasah di Bangladesh. Proposal bertajuk 'Program Pengembangan Kurikulum' disodorkan lewat lembaga bantuan AS, USAid.
    Dikabarkan juga, terdapat lebih dari 64 ribu sekolah Islam di negara yang tadinya bernama Pakistan Timur ini. Sekolah Islam dipandang sebagai salah satu sendi terpenting pendidikan Bangladesh. Banyak madrasah menggratiskan biaya sekolah untuk keluarga miskin.
    Di antara 64 ribu sekolah ini, ada sebanyak 15 ribu madrasah yang menjadi perhatian pemerintah Bangladesh karena standar pendidikan mereka tidak sama dengan standar nasional.  Karena itu, ada pihak-pihak yang menyalahkan madrasah sebagai tempat meradikalisasi anak-anak untuk gerakan ekstrem.
    Pengamat pendidikan Islam dari Muslim Institute London, Ghaysuddin Siddqui, mengatakan apa yang dikerjakan Inggris dan AS bukan hal baru di Asia Selatan. "Masalah madrasah jadi tempat radikalisasi itu masalah lama. Sehingga memang perlu melihat lagi kurikulum apa yang mereka gunakan sejak lama," katanya.
    Sementara DFID menolak berkomentar terkait bocoran kawat diplomatik ini.

    Red: Stevy Maradona
    Sumber: Guardian

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    ShoutMix :


    ShoutMix chat widget
     Bidakara Bagus

    Arsip Blog

    Highlight